Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari
Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. travel haji onh plus di Jakarta Selatan
JADWAL OLAH DATA UNTUK PENCAIRAN TUNJANGAN DIKDAS 2014
Sedikit meninggalkan permasalahan yang masih terjadi pada pendataan dapodik 2012 yang berakibat pada tersendatnya pencairan tunjangan tahun 2013 dan sebagainya. Alangkah baiknya para operator dan para ptk, terutama penerima tunjangan sudah mulai mempersiapkan diri untuk mengetahui kapan proses pendataan masuk kemudian data kita diolah termasuk saat kapan bisa diperbaiki terutama terkait tunjangan tahun 2014 agar permasalahan yang terjadi sebelumnya bisa dihindari.
Rencana 2014 terkait tunjangan :
Semua penerbitan SK Tunjangan berdasarkan dapodik versi baru. (Dapodikdas 2013)
Data yang digunakan untuk penerbitan SK tunjangan adalah :
Data Semester Genap 2013-2014 untuk pembayaran tunjangan periode januari sd juni 2014
Data Semester Ganjil 2014-2015 untuk pembayaran tunjangan periode juli sd desember 2014
Jan-Feb 2014 : Periode Updating Data
Para Guru dipersilahkan melakukan pembaharuan data melalui Aplikasi dapodik untuk data semester 2 TA. 2013-2014.
Sinkronisasi antara Server Dapodik dan Server P2TK Dikdas akan dilakukan secara rutin setiap hari.
Para guru dipersilahkan melakukan pengecekan data melalui Halaman Verifikasi Guru (Info Guru)
P2TK akan melakukan Penutupan Sinkronisasi (Closing) data pada tanggal 1 Maret 2014, maka sejak tanggal ini pembaharuan pada aplikasi dapodik untuk Tri Wulan 1 tidak akan masuk ke server P2TK Dikdas.
Kesalahan pengentrian pada aplikasi dapodik yang menyebabkan kerugian apapun pada Guru menjadi tanggung jawab Guru ybs, karena sudah diberikan waktu untuk pengecekan melalui lembar info guru.
Tgl 1-15 Maret 2014 : Periode Pengolahan Data TW1
P2Dikdas akan melakukan pengolahan sbb :
Penghitungan jumlah jam mengajar
Penghitungan jumlah murid
Penghitungan jumlah jam rombel
Pengecekan Data Sarana dan Prasarana (Perpustakaan dan laboratorium)
Pengecekan Tugas Tambahan, dll
Hasil pengolahan akan menentukan :
Nominasi penerima Aneka Tunjangan untuk semua kabupaten / kota
Guru bersertifikat pendidik yang dapat di SK kan untuk mendapatkan hak bayar pada Triwulan 1 (jan-mar 2014)
16-23 Maret 2014 : Periode Pengusulan SK
Operator Dinas Kab/Kota melakukan pengusulan untuk :
Penerima Tunjangan Fungsional (Semester 1)
Penerima Bantuan Kualifikasi Akademik (Semester 1)
Penerima Tunjangan Guru Daerah Khusus (Triwulan 1)
Penerima Tunjangan Profesi (Triwulan 1)
Dinas Provinsi melakukan kordinasi dengan Dinas Kab/kota.
Operator Dinas Prov. melakukan Penyetujuan/Penolakan atas usulan kab/kota
24 -31 Maret 2014 : Periode Penerbitan SK
P2TK Dikdas akan menerbitkan SK Tunjangan Profesi dan Aneka Tunjangan bagi guru guru yang dinyatakan memenuhi syarat memperoleh Tunjangan.
Walaupun SK Penerima Tunjangan berlaku setahun, namun dalam proses pembayaran harus memperhatikan pemenuhan syarat penerima tunjangan, misalnya :
Status Aktif guru (Aktif/Cuti/Wafat/Pensiun/dll)
Status Kepegawaian (PNS/GTT/GTY/dll)
April 2014 : Periode Pembayaran TW1 & SMT1
Penerima SK TP yang terbit pada bulan maret 2014 berhak menerima Tunjangan Profesi untuk Triwulan 1 (januari-maret), kecuali untuk Guru yang wafat/pensiun/cuti di tengah triwulan. Jumlah hak bulan disesuaikan dengan masa aktif. Misalnya pensiun maret 2014 maka ybs berhak 2 bulan saja.
Penerima SK-TF yang terbit pada bulan maret 2014 berhak menerima T. Fungsional untuk Semester 1 (periode januari sd juni 2014).
Penerima SK-Tunjangan Kualifikasi yang terbit pada bulan maret 2014 berhak menerima T. Kualifikasi untuk Semester 1 (periode januari sd juni 2014).
Penerima SK-Tunjangan Khusus yang terbit pada bulan maret 2014 berhak menerima T. Khusus untuk Triwulan 1 (periode januari sd Maret 2014)
Mei 2014 : Periode Updating Data Dapodik Susulan TW2
Pada bulan Mei 2014, P2TK Dikdas akan membuka kembali sinkronisasi dengan Server Dapodik. Hal ini untuk mengakomodasi pembaharuan data yang diakibatkan :
Guru tidak mendapat jam pada Triwulan 1 namun dapat memenuhi pada Triwulan 2.
Adanya peralihan jam karena Guru Mutasi, Wafat atau Pensiun setelah Triwulan 1.
1-14 Juni 2014 : Periode Pengolahan Data Susulan TW2
P2TK akan kembali melakukan Closing data pada tanggal 1 juni 2014 untuk data Dapodik TW2.
P2TK akan melakukan pengolahan data dapodik yang masuk per 1 juni 2014.
Hasil dari pengolahan data tersebut akan menentukan penerima Tunjangan Profesi pada TW 1 yang tidak berhak lagi menerima pada TW2 yang diakibatkan :
Kehilangan jam mengajar pada TW2.
Tidak aktif menurut dapodik karena sakit, pensiun, wafat, cuti, dll
Dibatalkan tunjangannya karena sebab sebab tertentu oleh dinas kabupaten/Kota
Hasil dari pengolahan data tersebut akan menentukan penerima Tunjangan Profesi
Guru bersertifikat pendidik yang yang belum mendapat SKTP pada bulan maret (tidak mendapat tunjangan TW1), namun sudah memenuhi syarat untuk TW2.
Nominasi Tunjangan Khusus yang dapat menggantikan penerima tunjangan yang dibatalkan pada TW 2 karena sebab-sebab tertentu.
Penerima Tunjangan Khusus pada TW 1 yang tidak berhak lagi menerima pada TW2 yang diakibatkan hal yang sama dengan Tunjangan Profesi.
15-23 Juni : Periode Pengusulan Susulan
Dinas Kab/kota melakukan pengusulan untuk Penerima Tunjangan Profesi susulan.
Dinas Kab/kota melakukan pengusulan untuk Penerima Tunjangan Khusus Pengganti
Dinas Provinsi melakukan Kordinasi dengan Dinas Kab/Kota
Dinas Provinsi melakukan penyetujuan/penolakan usulan dinas Kab/Kota
23-31 Juni :Periode Penerbitan SK Susulan TW2
P2TK Diknas akan menerbitkan SK Tunjangan Profesi bagi guru guru yang dinyatakan memenuhi syarat memperoleh Tunjangan pada TW2 namun belum di sk kan pada TW1.
P2TK akan menerbikan SK tunjangan Khusus pengganti untuk TW2 (jika ada)
Juli 2014 : Periode Pembayaran TW2
Penerima SK TP yang terbit pada bulan Maret 2014 berhak menerima Tunjangan Profesi untuk Triwulan 2 (april-juni), kecuali untuk Guru yang dinyatakan kehilangan haknya akibat tidak memenuhi syarat, misalnya kehilangan jam mengajar pada TW2, wafat, pensiun atau sebab lain sesuai peraturan yang berlaku.
Penerima SK TP yang terbit pada bulan Juni 2014 berhak menerima Tunjangan Profesi untuk Triwulan 2 (april-juni), kecuali untuk Guru yang wafat/pensiun/cuti di tengah triwulan. Jumlah hak bulan disesuaikan dengan masa aktif. Misalnya pensiun Juni 2014 maka ybs berhak 2 bulan saja.
Penerima SK-Tunjangan Khusus yang terbit pada bulan maret 2014 namun dibatalkan karena sebab sebab tertentu tidak berhak mendapatkan tunjangan untuk Triwulan 2.
Penerima SK Tunjangan Khusus Pengganti berhak menerima Tunjangan (hanya) untuk TW2 saja.
How Some Men Fake an 80-Hour Workweek, and Why It Matters
Imagine an elite professional services firm with a high-performing, workaholic culture. Everyone is expected to turn on a dime to serve a client, travel at a moment’s notice, and be available pretty much every evening and weekend. It can make for a grueling work life, but at the highest levels of accounting, law, investment banking and consulting firms, it is just the way things are.
Except for one dirty little secret: Some of the people ostensibly turning in those 80- or 90-hour workweeks, particularly men, may just be faking it.
Many of them were, at least, at one elite consulting firm studied by Erin Reid, a professor at Boston University’s Questrom School of Business. It’s impossible to know if what she learned at that unidentified consulting firm applies across the world of work more broadly. But her research, published in the academic journal Organization Science, offers a way to understand how the professional world differs between men and women, and some of the ways a hard-charging culture that emphasizes long hours above all can make some companies worse off.
Photo
Credit Peter Arkle
Ms. Reid interviewed more than 100 people in the American offices of a global consulting firm and had access to performance reviews and internal human resources documents. At the firm there was a strong culture around long hours and responding to clients promptly.
“When the client needs me to be somewhere, I just have to be there,” said one of the consultants Ms. Reid interviewed. “And if you can’t be there, it’s probably because you’ve got another client meeting at the same time. You know it’s tough to say I can’t be there because my son had a Cub Scout meeting.”
Some people fully embraced this culture and put in the long hours, and they tended to be top performers. Others openly pushed back against it, insisting upon lighter and more flexible work hours, or less travel; they were punished in their performance reviews.
The third group is most interesting. Some 31 percent of the men and 11 percent of the women whose records Ms. Reid examined managed to achieve the benefits of a more moderate work schedule without explicitly asking for it.
They made an effort to line up clients who were local, reducing the need for travel. When they skipped work to spend time with their children or spouse, they didn’t call attention to it. One team on which several members had small children agreed among themselves to cover for one another so that everyone could have more flexible hours.
A male junior manager described working to have repeat consulting engagements with a company near enough to his home that he could take care of it with day trips. “I try to head out by 5, get home at 5:30, have dinner, play with my daughter,” he said, adding that he generally kept weekend work down to two hours of catching up on email.
Despite the limited hours, he said: “I know what clients are expecting. So I deliver above that.” He received a high performance review and a promotion.
What is fascinating about the firm Ms. Reid studied is that these people, who in her terminology were “passing” as workaholics, received performance reviews that were as strong as their hyper-ambitious colleagues. For people who were good at faking it, there was no real damage done by their lighter workloads.
It calls to mind the episode of “Seinfeld” in which George Costanza leaves his car in the parking lot at Yankee Stadium, where he works, and gets a promotion because his boss sees the car and thinks he is getting to work earlier and staying later than anyone else. (The strategy goes awry for him, and is not recommended for any aspiring partners in a consulting firm.)
A second finding is that women, particularly those with young children, were much more likely to request greater flexibility through more formal means, such as returning from maternity leave with an explicitly reduced schedule. Men who requested a paternity leave seemed to be punished come review time, and so may have felt more need to take time to spend with their families through those unofficial methods.
The result of this is easy to see: Those specifically requesting a lighter workload, who were disproportionately women, suffered in their performance reviews; those who took a lighter workload more discreetly didn’t suffer. The maxim of “ask forgiveness, not permission” seemed to apply.
It would be dangerous to extrapolate too much from a study at one firm, but Ms. Reid said in an interview that since publishing a summary of her research in Harvard Business Review she has heard from people in a variety of industries describing the same dynamic.
High-octane professional service firms are that way for a reason, and no one would doubt that insane hours and lots of travel can be necessary if you’re a lawyer on the verge of a big trial, an accountant right before tax day or an investment banker advising on a huge merger.
But the fact that the consultants who quietly lightened their workload did just as well in their performance reviews as those who were truly working 80 or more hours a week suggests that in normal times, heavy workloads may be more about signaling devotion to a firm than really being more productive. The person working 80 hours isn’t necessarily serving clients any better than the person working 50.
In other words, maybe the real problem isn’t men faking greater devotion to their jobs. Maybe it’s that too many companies reward the wrong things, favoring the illusion of extraordinary effort over actual productivity.