MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISATA..?

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 811-1341-212
 

ITINERARY PERJALANAN UMROH CITYTOUR ISTANBUL 10 HARI

Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari

Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. promo umroh november Indramayu
Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina. Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Ikan mas Punten dan Majalaya merupakan hasil seleksi di Indonesia. Sampai saat ini sudah terdapat 10 ikan mas yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya. Budidaya ikan mas telah berkembang pesat di kolam biasa, di sawah, waduk, sungai air deras, bahkan ada yang dipelihara dalam keramba di perairan umum Dalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut: Kelas : Osteichthyes Anak kelas : Actinopterygii Bangsa : Cypriniformes Suku : Cyprinidae Marga : Cyprinus Jenis : Cyprinus carpio L. Saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau stain. Perbedaan sifat dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warnanya. Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas adalah sebagai berikut: 1)Ikan mas punten: sisik berwarna hijau gelap; potongan badan paling pendek; bagian punggung tinggi melebar; mata agak menonjol; gerakannya gesit; perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan antara 2,3:1. 2) Ikan mas majalaya: sisik berwarna hijau keabu-abuan dengan tepi sisik lebih gelap; punggung tinggi; badannya relatif pendek; gerakannya lamban, bila diberi makanan suka berenang di permukaan air; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,2:1. 3) Ikan mas si nyonya: sisik berwarna kuning muda; badan relatif panjang; mata pada ikan muda tidak menonjol, sedangkan ikan dewasa bermata sipit; gerakannya lamban, lebih suka berada di permukaan air; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,6:1. 4) Ikan mas taiwan: sisik berwarna hijau kekuning-kuningan; badan relatif panjang; penampang punggung membulat; mata agak menonjol; gerakan lebih gesit dan aktif; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan antara 3,5:1. 5) Ikan mas koi: bentuk badan bulat panjang dan bersisisk penuh; warna sisik bermacam-macam seperti putih, kuning, merah menyala, atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Beberapa ras koi adalah long tail Indonesian carp, long tail platinm nishikigoi, platinum nishikigoi, long tail shusui nishikigoi, shusi nishikigoi, kohaku hishikigoi, lonh tail hishikigoi, taishusanshoku nshikigoi dan long tail taishusanshoku nishikigoi. Budidaya Ikan Mas di Pandaisikek Budidaya ikan mas di Kenagaraian Pandaisikek masih menggunakan cara tradisonal. Dimana ikan dipelihara di kolam dengan berbagai ukuran sesuai ketersedian lahan. Biasanya kolam berada tidak jauh dari rumah pemilik.Usaha pemeliharan ikan hanya merupakan usaha sampingan, tidak di jumpai di Nagari ini masyarakat yang perekonimoannya ditopang sepenuhnya dari pembudidayaan ikan. Namun demikian pembudidayaan ikan cukup memberi konstribusi terhadap perekonomian pembudidaya karena dapat menghasilkan uang yang lumayan banyak pada sa’at tertentu atau saat panen. Pembudidayaan ikan ini tidak hanya terfokus pada ikan mas saja, dalam satu kolam bisa saja di jumpai jenis ikan lain seperti mujair/gurami, dan beberapa jenis ikan lainya. Ikan dipelihara secara alami yang mana tidak ada diberikan perlakuan khusus seperti pemberian pellet atau pemisahan bibit sesuai umur atau pertumbuhan. Makanan ikan bersumber dari sisa mencuci piring, ampas-ampas dapur, sayur rusak dari panen yang tidak memenuhi standar untuk di jual, kotoran manusia ( karena setip kolam di lengkapi dengan wc yang pembuangannya langsung ke kolam) dan jarang sekali pembudidaya yang member pellet untuk makan ikan peliharaanya. Akan tetapi harus di akui bahwa rasa daging ikan yang dipelihara dengan cara seperti ini jauh lebih enak dan lebih gurih ketimbang ikan yang diberi makan pellet. Air yang digunankan untuk menggenangi kolam bersumber dari air gunung, yaitu Gunung singgalang dan gunung Merapi ditambah dengan sumber dari mata air alam yang di Nagari Pandaisikek serta air buangan dari sawah penduduk. Tiap kolam mempunyai beberapa pembuangan air sesuai kondisi. Secara umum kolam mempunyai tiga pembuangan air. Pembuangan permukaan, bertujuan untuk menjaga ke stabilan tinggi air permukaan,agar tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Permukaan air yang terlalu tinggi akan menyebabkan ikan gampang meloncat keluar kolam, sedangkan permukaan yang terlalau rendah akan menyebabkan ikan gampang di mangsa oleh hama seperti anjing dan kucing air (berang-berang). Pembuangan air yang kedua yaitu pembuangan air tengah , berada hampir mendekati dasar kolam, kira-kira se lutut dari dasar kolam. Pembuangan ini berguna untuk pengeringan kolam dan untuk mengurangi air kolam saat panen tiba. Pembuangan air yang ketiga terletak pada dasar kolam, ini berguna saat melakuan pembersihan dasar kolam ketika selesai panen. , menghanyut lumpur dan sampah sampah yang berada di dasar kolam. Panen dilakukan sekali dalam setahun, biasanya pada saat menjelang lebaran Idil Fitri, dimana pada saat itu permintaan pasar akan kebutuhan ikan sangat tinggi. Biasanya panen diserahkan kepada orang yang berprofesi sampingan sebagai tukang panen ikan. Tengah malam atau menjelang subuh tukang panen membuka tutup pembuangan air tengah dengan tujuan mengurangi air kolam sehingga yang tersisa hanya sebatas lutut, dengan demikian proses penangkapan ikan akan lebih mudah di lakukan. Pembuangan air tengah ini bisa dilakukan pengaturan agar air keluar seimbang dengan air masuk. Setiap kolam memiliki kolam kecil yang terletak di punggang kolam atau posisinya berada sedikit di atas pembuangan air tengah, kolam kecil ini akan terlihat jika permukaan air sejajar dengan pembuangan air tengah. Fungsi kolam kecil ini adalah untuk menampung ikan kecil-kecil (anak ikan) yang dipisahkan saat panen. Panen dimulai setelah selesai sholat subuh atau kira-kira jam 5.30. Satu atau dua orang tukang panen masuk ke kolam dengan membawa alat panen yang disebut “tangguak”. Tangguak disisirkan ke kolam sehingga semua ikan berbagai jenis dan ukuran yang terkena akan masuk ke dalam tangguak. Kemudian tangguak yang sudah penuh ikan dibawa ke pinggir kolam dan selanjutnya dilakukan pemisahan ikan. Pemisahan dilakukan berdasarkan jenis ikan dan ukuran, ada ukuran besar dan ada ukuran sedang. Ikan yang kecil akan di masukan ke dalam kolam kecil (kolam penampung bibit) yang sudah tersedia dan anak ikan ini akan dijadikan sebagai bibit untuk periode berikutnya. Proses ini dilakukan berulang-ulang sampai ikan yang ada dalam kolam habis. Setelah panen selesai, tahap selanjutnya adalah melakukan pembersihan kolam dari endapan lumpur dan sampah. Untuk itu perlu membuka tutup pembuangan dasar. Sebelum membuka tutup pembuangan dasar dipastikan dulu kalau debet air masuk cukup untuk menghanyutkan lumpur dan sampah. Dengan demikian proses pembuangan endapan lumpur akan lebih cepat dan mudah dilakukan. Setelah kolam bersih dari sampah dan endapan lumpur maka lobang pembuangan dasar dan lobang pembuangan tengah ditutup kembali dengan tujuan agar kolam terisi penuh lagi dengan air. Anak ikan (ikan bibit ) yang tadinya berada dalam kolam kecil penampung sementara, secara perlahan akan dapat berenang bebas sejalan dengan terendamnya kolam penampungan bibit tersebut. Jika bibit dirasa kurang dengan ukuran kolam yang ada maka dilakukan penaburan bibit tambahan yang di beli dari luar. Selesai sudah proses panen, pemilik kolam menunggu sampai tahun depan hingga siap lagi untuk di panen.(EC-1266). MELIRIK BUDIDAYA IKAN DI PANDASIKEK

Hockey is not exactly known as a city game, but played on roller skates, it once held sway as the sport of choice in many New York neighborhoods.

“City kids had no rinks, no ice, but they would do anything to play hockey,” said Edward Moffett, former director of the Long Island City Y.M.C.A. Roller Hockey League, in Queens, whose games were played in city playgrounds going back to the 1940s.

From the 1960s through the 1980s, the league had more than 60 teams, he said. Players included the Mullen brothers of Hell’s Kitchen and Dan Dorion of Astoria, Queens, who would later play on ice for the National Hockey League.

One street legend from the heyday of New York roller hockey was Craig Allen, who lived in the Woodside Houses projects and became one of the city’s hardest hitters and top scorers.

“Craig was a warrior, one of the best roller hockey players in the city in the ’70s,” said Dave Garmendia, 60, a retired New York police officer who grew up playing with Mr. Allen. “His teammates loved him and his opponents feared him.”

Young Craig took up hockey on the streets of Queens in the 1960s, playing pickup games between sewer covers, wearing steel-wheeled skates clamped onto school shoes and using a roll of electrical tape as the puck.

His skill and ferocity drew attention, Mr. Garmendia said, but so did his skin color. He was black, in a sport made up almost entirely by white players.

“Roller hockey was a white kid’s game, plain and simple, but Craig broke the color barrier,” Mr. Garmendia said. “We used to say Craig did more for race relations than the N.A.A.C.P.”

Mr. Allen went on to coach and referee roller hockey in New York before moving several years ago to South Carolina. But he continued to organize an annual alumni game at Dutch Kills Playground in Long Island City, the same site that held the local championship games.

The reunion this year was on Saturday, but Mr. Allen never made it. On April 26, just before boarding the bus to New York, he died of an asthma attack at age 61.

Word of his death spread rapidly among hundreds of his old hockey colleagues who resolved to continue with the event, now renamed the Craig Allen Memorial Roller Hockey Reunion.

The turnout on Saturday was the largest ever, with players pulling on their old equipment, choosing sides and taking once again to the rink of cracked blacktop with faded lines and circles. They wore no helmets, although one player wore a fedora.

Another, Vinnie Juliano, 77, of Long Island City, wore his hearing aids, along with his 50-year-old taped-up quads, or four-wheeled skates with a leather boot. Many players here never converted to in-line skates, and neither did Mr. Allen, whose photograph appeared on a poster hanging behind the players’ bench.

“I’m seeing people walking by wondering why all these rusty, grizzly old guys are here playing hockey,” one player, Tommy Dominguez, said. “We’re here for Craig, and let me tell you, these old guys still play hard.”

Everyone seemed to have a Craig Allen story, from his earliest teams at Public School 151 to the Bryant Rangers, the Woodside Wings, the Woodside Blues and more.

Mr. Allen, who became a yellow-cab driver, was always recruiting new talent. He gained the nickname Cabby for his habit of stopping at playgrounds all over the city to scout players.

Teams were organized around neighborhoods and churches, and often sponsored by local bars. Mr. Allen, for one, played for bars, including Garry Owen’s and on the Fiddler’s Green Jokers team in Inwood, Manhattan.

Play was tough and fights were frequent.

“We were basically street gangs on skates,” said Steve Rogg, 56, a mail clerk who grew up in Jackson Heights, Queens, and who on Saturday wore his Riedell Classic quads from 1972. “If another team caught up with you the night before a game, they tossed you a beating so you couldn’t play the next day.”

Mr. Garmendia said Mr. Allen’s skin color provoked many fights.

“When we’d go to some ignorant neighborhoods, a lot of players would use slurs,” Mr. Garmendia said, recalling a game in Ozone Park, Queens, where local fans parked motorcycles in a lineup next to the blacktop and taunted Mr. Allen. Mr. Garmendia said he checked a player into the motorcycles, “and the bikes went down like dominoes, which started a serious brawl.”

A group of fans at a game in Brooklyn once stuck a pole through the rink fence as Mr. Allen skated by and broke his jaw, Mr. Garmendia said, adding that carloads of reinforcements soon arrived to defend Mr. Allen.

And at another racially incited brawl, the police responded with six patrol cars and a helicopter.

Before play began on Saturday, the players gathered at center rink to honor Mr. Allen. Billy Barnwell, 59, of Woodside, recalled once how an all-white, all-star squad snubbed Mr. Allen by playing him third string. He scored seven goals in the first game and made first string immediately.

“He’d always hear racial stuff before the game, and I’d ask him, ‘How do you put up with that?’” Mr. Barnwell recalled. “Craig would say, ‘We’ll take care of it,’ and by the end of the game, he’d win guys over. They’d say, ‘This guy’s good.’”

Tribute for a Roller Hockey Warrior

Artikel lainnya »