MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISATA..?

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 811-1341-212
 

ITINERARY PERJALANAN UMROH PLUS THAIF 10HARI

Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari

Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. paket umroh akhir ramadhan di Sukabumi
Jagad Indonesia ini memungkinkan dikembangkan tanaman sayur-sayuran yang banyak bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan bagi manusia. Sehingga ditinjau dari aspek klimatologis Indonesia sangat tepat untuk dikembangkan untuk bisnis sayuran.Di antara tanaman sayur-sayuran yang mudah dibudidayakan adalah caisim. Karena caisim ini sangat mudah dikembangkan dan banyak kalangan yang menyukai dan memanfaatkannya. Selain itu juga sangat potensial untuk komersial dan prospek sangat baik.Ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, aspek ekonomis dan aspek sosialnya sangat mendukung, sehingga memiliki kelayakan untuk diusahakan di Indonesia. Sebutan sawi orang asing adalah mustard. Perdagangan internasional dengan sebutan green mustard, chinese mustard, indian mustard ataupun sarepta mustard. Orang Jawa, Madura menyebutnya dengan sawi, sedang orang Sunda menyebut sasawi. B. MANFAAT. Manfaat sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C. JENIS SAWI A. KLASIFIKASI BOTANI. Divisi : Spermatophyta. Subdivisi : Angiospermae. Kelas : Dicotyledonae. Ordo : Rhoeadales (Brassicales). Famili : Cruciferae (Brassicaceae). Genus : Brassica. Spesies : Brassica Juncea. B. JENIS-JENIS SAWI. Secara umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Petani kita hanya mengenal 3 macam sawi yang biasa dibudidayakan yaitu : sawi putih (sawi jabung), sawi hijau, dan sawi huma. Sekarang ini masyarakat lebih mengenal caisim alias sawi bakso. Selain itu juga ada pula jenis sawi keriting dan sawi sawi monumen. Caisim alias sawi bakso ada juga yang menyebutnya sawi cina., merupakan jenis sawi yang paling banyak dijajakan di pasar-pasae dewasa ini. Tangkai daunnya panjang, langsing, berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang, tipis dan berwarna hijau. Rasanya yang renyah, segar, dengan sedikit sekali rasa pahit. Selain enak ditumis atau dioseng, juga untuk pedangan mie bakso, mie ayam, atau restoran cina. SYARAT TUMBUH Sawi bukan tanaman asli Indonesia, menurut asalnya di Asia. Karena Indonesia mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga dikembangkan di Indonesia ini. Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk. lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Dengan demikian, tanaman ini cocok bils di tanam pada akhir musim penghujan. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7. BUDIDAYA TANAMAN SAWI Cara bertanam sawi sesungguhnya tak berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya. Budidaya konvensional di lahan meliputi proses pengolahan lahan, penyiapan benih, teknik penanaman, penyediaan pupuk dan pestisida, serta pemeliharaan tanaman. Sawi dapat ditanam secara monokultur maupun tunmpang sari. Tanaman yang dapat ditumpangsarikan antara lain : bawang dau, wortel, bayam, kangkung darat. Sedangkan menanam benih sawi ada yang secara langsung tetapi ada juga melalui pembibitan terlebih dahulu. Berikut ini akan dibahas mengenai teknik budidaya sawi secara konvensional di lahan. A. BENIH. Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Benih yang baik akan menghasilkan tanaman yang tumbuh dengan bagus. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Dan penanaman sawi yang akan dijadikan benih terpisah dari tanaman sawi yang lain. Juga memperhatikan proses yang akan dilakukan mesilnya dengan dianginkan, tempat penyimpanan dan diharapkan lama penggunaan benih tidak lebih dari 3 tahun. B. PENGOLAHAN TANAH. Pengolahan tanah secara umum melakukan penggemburan dan pembuatan bedengan. Tahap-tahap pengemburan yaitu pencangkulan untuk memperbaiki struktur tanah dan sirkulasi udara dan pemberian pupuk dasar untuk memperbaiki fisik serta kimia tanah yang akan menambah kesuburan lahan yang akan kita gunakan. Tanah yang hendak digemburkan harus dibersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak atau pepohonan yang tumbuh. Dan bebas dari daerah ternaungi, karena tanaman sawi suka pada cahaya matahari secara langsung. Sedangkan kedalaman tanah yang dicangkul sedalam 20 sampai 40 cm. Pemberian pupuk organik sangat baik untuk penyiapan tanah. Sebagai contoh pemberian pupuk kandang yang baik yaitu 10 ton/ha. Pupuk kandang diberikan saat penggemburan agar cepat merata dan bercampur dengan tanah yang akan kita gunakan Bila daerah yang mempunyai pH terlalu rendah (asam) sebaiknya dilakukan pengapuran. Pengapuran ini bertujuan untuk menaikkan derajad keasam tanah, pengapuran ini dilakukan jauh-jauh sebelum penanaman benih, yaitu kira-kira 2 sampai 4 minggu sebelumnya. Sehingga waktu yang baik dalam melakukan penggemburan tanah yaitu 2 – 4 minggu sebelum lahan hendak ditanam. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaMg(CO3)2). C. PEMBIBITAN. Pembibitan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk penanaman. Karena lebih efisien dan benih akan lebih cepat beradaptasi terhadap lingkungannya. Sedang ukuran bedengan pembibitan yaitu lebar 80 – 120 cm dan panjangnya 1 – 3 meter. Curah hujan lebih dari 200 mm/bulan, tinggi bedengan 20 – 30 cm. Dua minggu sebelum di tabur benih, bedengan pembibitan ditaburi dengan pupuk kandang lalu di tambah 20 gram urea, 10 gram TSP, dan 7,5 gram Kcl. Cara melakukan pembibitan ialah sebagai berikut : benih ditabur, lalu ditutupi tanah setebal 1 – 2 cm, lalu disiram dengan sprayer, kemudian diamati 3 – 5 hari benih akan tumbuh setelah berumur 3 – 4 minggu sejak disemaikan tanaman dipindahkan ke bedengan. D. PENANAMAN. Bedengan dengan ukuran lebar 120 cm dan panjang sesuai dengan ukuran petak tanah. Tinggi bedeng 20 – 30 cm dengan jarak antar bedeng 30 cm, seminggu sebelum penanaman dilakukan pemupukan terlebih dahulu yaitu pupuk kandang 10 ton/ha, TSP 100 kg/ha, Kcl 75 kg/ha Sedang jarak tanam dalam bedengan 40 x 40 cm , 30 x 30 dan 20 x 20 cm. Pilihlah bibit yang baik, pindahkan bibit dengan hati-hati, lalu membuat lubang dengan ukuran 4 – 8 x 6 – 10 cm. E. PEMELIHARAAN. Pemeliharaan adalah hal yang penting. Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan didapat. Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah penyiraman, penyiraman ini tergantung pada musim, bila musim penghujan dirasa berlebih maka kita perlu melakukan pengurangan air yang ada, tetapi sebaliknya bila musim kemarau tiba kita harus menambah air demi kecukupan tanaman sawi yang kita tanam. Bila tidak terlalu panaspenyiraman dilakukan sehari cukup sekali sore atau pagi hari. Tahap selanjutnya yaitu penjarangan, penjarangan dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Selanjutnya tahap yang dilakukan adalah penyulaman, penyulaman ialah tindakan penggantian tanaman ini dengan tanaman baru. Caranya sangat mudah yaitu tanaman yang mati atau terserang hama dan penyakit diganti dengan tanaman yang baru. Penyiangan biasanya dilakukan 2 – 4 kali selama masa pertanaman sawi, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada bedeng penanaman. Biasanya penyiangan dilakukan 1 atau 2 minggu setelah penanaman. Apabila perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan bersamaan dengan penyiangan. Pemupukan tambahan diberikan setelah 3 minggu tanam, yaitu dengan urea 50 kg/ha. Dapat juga dengan satu sendok the sekitar 25 gram dilarutkan dalam 25 liter air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. PENANAMAN VERTIKULTUR Langkah – angkah penanaman secara vertikultur adalah sebagai berikut : 1. Benih disemaikan pada kotak persemaian denagn media pasir. Bibit dirawat hingga siap ditanaman pada umur 14 hari sejak benih disemaikan. 2. Sediakan media tanam berupa tanah top soil, pupuk kandang, pasir dan kompos dengan perbandingan 2:1:1:1 yang dicampur secara merata. 3. Masukkan campuran media tanam tersebut ke dalam polibag yang berukuran 20 x 30 cm. 4. Pindahkan bibit tanaman yang sudah siap tanam ke dalam polibag yang tersedia. Tanaman yang dipindahkan biasanya telah berdaun 3 – 5 helai. 5. Polibag yang sudah ditanami disusun pada rak-rak yang tersedia pada Lath House. PENANAMAN HIDROPONIK. Langkah-langkah penanaman secara hidroponik adalah sebagai berikut : 1. Siapkan wadah persemaian . Masukkan media berupa pasir halus yang disterilkan setebal 3 – 4 cm. Taburkan benih sawi di atasnya selanjutnya tutupi kembali dengan lapisan pasir setebal 0,5 cm. 2. Setelah bibit tumbuh dan berdaun 3 – 5 helai (umur 3 – 4 minggu0, bibit dicabut dengan hati-hati, selanjutnya bagian akarnya dicuci dengan air hingga bersih, akar yang terlalu panjang dapat digunting. 3. Bak penanaman diisi bagian bawahnya dengan kerikil steril setebal 7 – 10 cm, selanjutnya di sebelah atas ditambahkan lapisan pasir kasar yang juga sudah steril setebal 20 cm. 4. Buat lubang penanaman dengan jarak sekitar 25 x 25 cm, masukkan bibit ke lubang tersebut, tutupi bagian akar bibit dengan media hingga melewati leher akar, usahakan posisi bibit tegak lurus dengan media. 5. Berikan larutan hidroponik lewat penyiraman, dapat pula pemberian dilakukan dengan sistem drip irigation atau sistem lainnya, tanaman baru selanjutnya dipelihara hingga tumbuh besar. HAMA DAN PENYAKIT A. HAMA. 1. Ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis Zell.). 2. Ulat tritip (Plutella maculipennis). 3. Siput (Agriolimas sp.). 4. Ulat Thepa javanica. 5. Cacing bulu (cut worm). BUDIDAYA TANAMAN SAWI

UNITED NATIONS — Wearing pinstripes and a pince-nez, Staffan de Mistura, the United Nations envoy for Syria, arrived at the Security Council one Tuesday afternoon in February and announced that President Bashar al-Assad had agreed to halt airstrikes over Aleppo. Would the rebels, Mr. de Mistura suggested, agree to halt their shelling?

What he did not announce, but everyone knew by then, was that the Assad government had begun a military offensive to encircle opposition-held enclaves in Aleppo and that fierce fighting was underway. It would take only a few days for rebel leaders, having pushed back Syrian government forces, to outright reject Mr. de Mistura’s proposed freeze in the fighting, dooming the latest diplomatic overture on Syria.

Diplomacy is often about appearing to be doing something until the time is ripe for a deal to be done.

 

 

Now, with Mr. Assad’s forces having suffered a string of losses on the battlefield and the United States reaching at least a partial rapprochement with Mr. Assad’s main backer, Iran, Mr. de Mistura is changing course. Starting Monday, he is set to hold a series of closed talks in Geneva with the warring sides and their main supporters. Iran will be among them.

In an interview at United Nations headquarters last week, Mr. de Mistura hinted that the changing circumstances, both military and diplomatic, may have prompted various backers of the war to question how much longer the bloodshed could go on.

“Will that have an impact in accelerating the willingness for a political solution? We need to test it,” he said. “The Geneva consultations may be a good umbrella for testing that. It’s an occasion for asking everyone, including the government, if there is any new way that they are looking at a political solution, as they too claim they want.”

He said he would have a better assessment at the end of June, when he expects to wrap up his consultations. That coincides with the deadline for a final agreement in the Iran nuclear talks.

Advertisement

Whether a nuclear deal with Iran will pave the way for a new opening on peace talks in Syria remains to be seen. Increasingly, though, world leaders are explicitly linking the two, with the European Union’s top diplomat, Federica Mogherini, suggesting last week that a nuclear agreement could spur Tehran to play “a major but positive role in Syria.”

It could hardly come soon enough. Now in its fifth year, the Syrian war has claimed 220,000 lives, prompted an exodus of more than three million refugees and unleashed jihadist groups across the region. “This conflict is producing a question mark in many — where is it leading and whether this can be sustained,” Mr. de Mistura said.

Part Italian, part Swedish, Mr. de Mistura has worked with the United Nations for more than 40 years, but he is more widely known for his dapper style than for any diplomatic coups. Syria is by far the toughest assignment of his career — indeed, two of the organization’s most seasoned diplomats, Lakhdar Brahimi and Kofi Annan, tried to do the job and gave up — and critics have wondered aloud whether Mr. de Mistura is up to the task.

He served as a United Nations envoy in Afghanistan and Iraq, and before that in Lebanon, where a former minister recalled, with some scorn, that he spent many hours sunbathing at a private club in the hills above Beirut. Those who know him say he has a taste for fine suits and can sometimes speak too soon and too much, just as they point to his diplomatic missteps and hyperbole.

They cite, for instance, a news conference in October, when he raised the specter of Srebrenica, where thousands of Muslims were massacred in 1995 during the Balkans war, in warning that the Syrian border town of Kobani could fall to the Islamic State. In February, he was photographed at a party in Damascus, the Syrian capital, celebrating the anniversary of the Iranian revolution just as Syrian forces, aided by Iran, were pummeling rebel-held suburbs of Damascus; critics seized on that as evidence of his coziness with the government.

Mouin Rabbani, who served briefly as the head of Mr. de Mistura’s political affairs unit and has since emerged as one of his most outspoken critics, said Mr. de Mistura did not have the background necessary for the job. “This isn’t someone well known for his political vision or political imagination, and his closest confidants lack the requisite knowledge and experience,” Mr. Rabbani said.

As a deputy foreign minister in the Italian government, Mr. de Mistura was tasked in 2012 with freeing two Italian marines detained in India for shooting at Indian fishermen. He made 19 trips to India, to little effect. One marine was allowed to return to Italy for medical reasons; the other remains in India.

He said he initially turned down the Syria job when the United Nations secretary general approached him last August, only to change his mind the next day, after a sleepless, guilt-ridden night.

Mr. de Mistura compared his role in Syria to that of a doctor faced with a terminally ill patient. His goal in brokering a freeze in the fighting, he said, was to alleviate suffering. He settled on Aleppo as the location for its “fame,” he said, a decision that some questioned, considering that Aleppo was far trickier than the many other lesser-known towns where activists had negotiated temporary local cease-fires.

“Everybody, at least in Europe, are very familiar with the value of Aleppo,” Mr. de Mistura said. “So I was using that as an icebreaker.”

The cease-fire negotiations, to which he had devoted six months, fell apart quickly because of the government’s military offensive in Aleppo the very day of his announcement at the Security Council. Privately, United Nations diplomats said Mr. de Mistura had been manipulated. To this, Mr. de Mistura said only that he was “disappointed and concerned.”

Tarek Fares, a former rebel fighter, said after a recent visit to Aleppo that no Syrian would admit publicly to supporting Mr. de Mistura’s cease-fire proposal. “If anyone said they went to a de Mistura meeting in Gaziantep, they would be arrested,” is how he put it, referring to the Turkish city where negotiations between the two sides were held.

Secretary General Ban Ki-moon remains staunchly behind Mr. de Mistura’s efforts. His defenders point out that he is at the center of one of the world’s toughest diplomatic problems, charged with mediating a conflict in which two of the world’s most powerful nations — Russia, which supports Mr. Assad, and the United States, which has called for his ouster — remain deadlocked.

R. Nicholas Burns, a former State Department official who now teaches at Harvard, credited Mr. de Mistura for trying to negotiate a cease-fire even when the chances of success were exceedingly small — and the chances of a political deal even smaller. For his efforts to work, Professor Burns argued, the world powers will first have to come to an agreement of their own.

“He needs the help of outside powers,” he said. “It starts with backers of Assad. That’s Russia and Iran. De Mistura is there, waiting.”

With Iran Talks, a Tangled Path to Ending Syria’s War

Artikel lainnya »