Apakah Anda termasuk yang bingung untuk memilih jenis bohlam lampu apa yang tepat untuk jenis aplikasi penggunaan pada ruangan Anda? Jika “Ya” Anda tidak usah bingung dan sampai harus memanggil konsultan design interior segala kalau hanya sekedar untuk menentukan lampu apa yang cocok buat ruangan Anda. Kalau Anda pernah membaca tulisan saya terdahulu, Baca Tips Design Pencahayaan Lighting Ruang, sedikit pernah saya ulas kalau hakekat design pencahayaan lighting sebuah ruang sebenarnya adalah menganut kaidah siang dan malam.
Untuk dapat memilih lampu yang tepat atau sesuai dengan jenis aplikasi penggunaan pada ruangan Anda, Anda juga perlu melihat beberapa parameter serta jenis yang ada dalam spesifikasi lampunya. Berikut adalah beberapa parameter dan jenis yang ada dalam spesifikasi lampu, yang perlu Anda lihat karena berkaitan erat dengan aplikasi penggunannya:
1. Colour Rendering
Dalam katalog jenis lampu, satuan yang dipakai untuk dapat membedakan warna cahaya lighting atau biasa disebut Colour Rendering adalah Kelvin atau sering disingkat K. Semakin tinggi angka satuan Kelvin-nya, biasanya satuannya dalam ribuan, maka akan semakin putih kebiru-biruan warna cahaya lightingnya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah angka Kelvin-nya maka akan semakin kuning kemerah-merahan warna cahaya lampunya. Untuk dapat menentukan warna apa yang tepat buat ruangan Anda maka jika ruangan Anda aplikasinya untuk bersantai, untuk kamar tidur, tempat makan, ruang keluarga, sebaiknya pilih yang warna cahayanya yang kuning. Jangan menggunakan warna putih. Karena apa? Karena warna kuning lebih soft, nyaman untuk nuansa santai dan beristirahat. Sebaliknya, jika aplikasinya buat ruang kerja yang bernuansa serius, pilihlah yang berwarna putih.
Pertanyaan saya bagaimana jika sebuah ruangan misalnya berfungsi ganda? Ya, berfungsi sebagai ruang santai juga ruang untuk bekerja Anda misalnya. Gampang, aturlah sistem pencahayaan ruangan tersebut menjadi dua grup, satu grup lampu dengan cahaya kuning dan satu grup lagi dengan cahaya putih lalu pasanglah saklar seri menjadi dua grup.
Sekedar contoh pada lampu yang ada di pasaran. Saya ambil contoh pada lampu Philips jenis esential type warm white (kuning) satuan Kelvin-nya sebesar 2700 K. Dan kalau type cool daylight (putih) satuan Kelvin-nya sebesar 6500 K.
2. Lumen
Satuan yang telah membedakan kekuatan cahaya bohlam lampu adalah Lumen. Semakin tinggi satuan Lumen sebuah lampu maka semakin terang atau tinggi pula Lux cahaya yang dipancarkannya. Lampu yang baik idealnya adalah ratio lumennya tinggi diatas 50 lm/W. Bahkan kini lampu-lampu Hemat Energi di pasaran sudah ada yang lumen per wattnya cukup tinggi, yaitu 60 lm/W. Untuk dapat menentukan berapa Lux yang tepat buat ruangan Anda maka jika ruangan Anda aplikasinya untuk bersantai, untuk kamar tidur, tempat makan, ruang keluarga, sebaiknya pilih yang watt dan lumen-nya tidak terlalu tinggi. Jangan menggunakan lampu yang terlalu terang pada ruangan tersebut. Karena apa? Karena cahaya yang lebih redup, soft atau tidak terlalu terang lebih nyaman untuk nuansa santai dan beristirahat. Sebaliknya, jika aplikasinya buat ruang kerja yang bernuansa serius, pilihlah yang watt dan lumennya yang tinggi.
Sebagai gambaran misalnya ruangan Anda berukuran 9 M2 dan berfungsi sebagai kamar tidur, kebutuhan lampunya sekitar 300 Lumen sudah cukup untuk dapat menerangi ruangan Anda.
3. Jenis Ballast dan Trafo
Di pasaran pada lampu tertentu, seperti jenis TL, PLC, Metal Halide dan spot ada yang masih menggunakan ballast dan trafo sebagai komponen lampunya. Dan tipe ballast dan trafo yang ada terbagi menjadi dua, konvensional (pakai kumparan/lilitan) dan elektronik. Dari kedua tipe ballast dan trafo tersebut, pilihlah yang dari jenis elektronik, jangan menggunakan yang jenis kumparan. Selain karena alasan Hemat Energi sebab ballast atau trafo elektronik terbukti lebih hemat energi, juga pada lampu yang ber-ballast atau trafo elektronik bentuknya lebih ramping sehingga tidak mengganggu estetika ruangan Anda.
4. Lampu Spot
Untuk obyek tertentu yang telah membutuhkan fokus penerangan seperti poster, lukisan atau obyek-obyek tertentu seperti patung, air mancur, atau pohon dan relief di taman misalnya, yang butuh sekali ditonjolkan, pasanglah lampu sorot yang mengarah ke obyek-obyek tersebut agar obyeknya nampak lebih menonjol dan hidup. Lampu seperti jenis ini dalam istilah design lighting disebut lampu spot. Untuk memilih lampu yang jenis seperti ini, pilihlah lampu yang berjenis PAR.
5. Lampu General Lighting
Untuk tipe general lightingnya, pilihlah yang jenis armaturenya dari downlight karena lebih fleksibel, yang titiknya bisa diatur menyebar mengikuti luas ceiling ruangan. Karena bentuknya yang tidak terlalu besar dan bisa inbow (masuk) ke dalam plafond membuat ruangan lebih indah secara estetika untuk mendukung design interior ruangan Anda.
6. Lampu Indirect Lighting
Untuk sistem pencahayaan ruang yang telah membutuhkan penerangan cahaya secara tidak langsung atau indirect, misal untuk koef ceiling (lekukan plafond) atau pada ornamen pada dinding, pilihlah lampu yang dari jenis TL karena bisa memberikan efek pencahayaan bayangan yang bagus. Lampu TL yang bentuknya memanjang lebih menghemat jumlah titik lampunya. Dan sekarang tersedia pilihan dengan bentuknya yang semakin kecil dan memanjang mirip dengan tubing neon sign yang dulu pada design interior lighting ruangan pernah dipakai juga sebagai lampu indirect lighting. Contoh lampu TL yang kecil seperti ini, pilih jenis lampu TL 5.
Demikian beberapa tips dari saya untuk memilih bohlam lampu yang tepat buat ruangan Anda. Semoga sharing tips ini bisa bermanfaat.
6 TIPS MEMILIH BOHLAM LAMPU
WASHINGTON — During a training course on defending against knife attacks, a young Salt Lake City police officer asked a question: “How close can somebody get to me before I’m justified in using deadly force?”
Dennis Tueller, the instructor in that class more than three decades ago, decided to find out. In the fall of 1982, he performed a rudimentary series of tests and concluded that an armed attacker who bolted toward an officer could clear 21 feet in the time it took most officers to draw, aim and fire their weapon.
The next spring, Mr. Tueller published his findings in SWAT magazine and transformed police training in the United States. The “21-foot rule” became dogma. It has been taught in police academies around the country, accepted by courts and cited by officers to justify countless shootings, including recent episodes involving a homeless woodcarver in Seattle and a schizophrenic woman in San Francisco.
Now, amid the largest national debate over policing since the 1991 beating of Rodney King in Los Angeles, a small but vocal set of law enforcement officials are calling for a rethinking of the 21-foot rule and other axioms that have emphasized how to use force, not how to avoid it. Several big-city police departments are already re-examining when officers should chase people or draw their guns and when they should back away, wait or try to defuse the situation
Police Rethink Long Tradition on Using Force