saco-indonesia.com, Grup Telkom telah tercatat sebagai penguasa frekuensi di Indonesia karena saat ini telah memiliki lebar spektrum hingga 325MHz. Hal tersebut dari riset yang telah dipublikasikan Indonesia ICT Institute, pekan lalu.
Frekuensi milik Grup Telkom tersebar pada layanan Flexi, satelit, BWA, dan anak usahanya, Telkomsel. Untuk Flexi, Telkom telah memiliki 5MHz di pita 850MHz, satelit selebar 200MHz di pita 3,5MHz dan BWA di pita 2,3GHz selebar 75MHz.
Meskipun Telkom telah menyatakan sudah mengembalikan frekuensi di pita 2,3GHz, namun tak jelas berapa sebenarnya lebar spektrum yang telah dikembalikan BUMN telekomunikasi itu.
Sementara Telkomsel saat ini telah menguasai total frekuensi selebar 5MHz, sama dengan yang telah dimiliki XL. Sehingga dua operator seluler itu saat ini telah menjadi pemilik terbesar frekuensi seluler.
Komisi I DPR berteriak soal frekuensi yang dikatakan juga merupakan sumber daya yang pengalokasianya perlu dilakukan secara berhati-hati. Apa yang disampaikan DPR ini memang telah menjadikan frekuensi sebagai isu yang menjadi buah bibir beberapa waktu terakhir ini, terutama pasca konsolidasi sejumlah operator seperti XL dengan Axis.
Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementeri Kominfo M. Budi Setiawan, beberapa operator sudah memasuki zona merah alias kekurangan frekuensi sehingga penataan frekuensi telah menjadi cukup mendesak.
Saat ini operator dengan menggunakan frekuensi dalam rentang 450MHz hingga 3,5GHz, frekuensi-frekuensi yang dapat dipakai untuk broadband nirkabel, meski 2,6 serta 3,5GHz dipakai TV berlangganan berbasis satelit.
Selain alokasi tiap entitas operator, Indonesia ICT Institute juga telah mengumpulkan alokasi frekuensi berdasar grup atau konsolidasi yang sudah terjadi, seperti Bakrie Telecom yang telah membeli Sampoerna Telecom Indonesia dan Reka Jasa Akses (REJA) dicoba dikelompokan sebagai Bakrie Telecom, kemudian PT Telkom dan PT Telkomsel, ada juga Indosat dan IM2, serta Sinar Mas yang telah memiliki SmartFren dan SmartTelecom.
Editor : Dian Sukmawati
TELKOM JADI PENGUASA FREKUENSI DI INDONESIA
BEIJING (AP) — The head of Taiwan's Nationalists reaffirmed the party's support for eventual unification with the mainland when he met Monday with Chinese President Xi Jinping as part of continuing rapprochement between the former bitter enemies.
Nationalist Party Chairman Eric Chu, a likely presidential candidate next year, also affirmed Taiwan's desire to join the proposed Chinese-led Asian Infrastructure Investment Bank during the meeting in Beijing. China claims Taiwan as its own territory and doesn't want the island to join using a name that might imply it is an independent country.
Chu's comments during his meeting with Xi were carried live on Hong Kong-based broadcaster Phoenix Television.
The Nationalists were driven to Taiwan by Mao Zedong's Communists during the Chinese civil war in 1949, leading to decades of hostility between the sides. Chu, who took over as party leader in January, is the third Nationalist chairman to visit the mainland and the first since 2009.
Relations between the communist-ruled mainland and the self-governing democratic island of Taiwan began to warm in the 1990s, partly out of their common opposition to Taiwan's formal independence from China, a position advocated by the island's Democratic Progressive Party.
Despite increasingly close economic ties, the prospect of political unification has grown increasingly unpopular on Taiwan, especially with younger voters. Opposition to the Nationalists' pro-China policies was seen as a driver behind heavy local electoral defeats for the party last year that led to Taiwanese President Ma Ying-jeou resigning as party chairman.
Taiwan party leader affirms eventual reunion with China