Setiap jamaah yang berangkat umroh atau haji khusus Call/Wa. 08111-34-1212 pasti menginginkan perjalanan ibadah haji plus atau umrohnya bisa terlaksana dengan lancar, nyaman dan aman sehingga menjadi mabrur. Demi mewujudkan kami sangat memahami keinginan para jamaah sehingga merancang program haji onh plus dan umroh dengan tepat. Jika anda ingin melaksanakan Umrah dan Haji dengan tidak dihantui rasa was-was dan serta ketidakpastian, maka Alhijaz Indowisata Travel adalah solusi sebagai biro perjalanan anda yang terbaik dan terpercaya.?agenda umroh 12 hari
Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang memfokuskan diri sebagai biro perjalanan yang bisa menjadi sahabat perjalanan ibadah Anda, yang sudah sangat berpengalaman dan dipercaya sejak tahun 2010, mengantarkan tamu Allah minimal 5 kali dalam sebulan ke tanah suci tanpa ada permasalahan. Paket yang tersedia sangat beragam mulai paket umroh 9 hari, 12 hari, umroh wisata muslim turki, dubai, aqso. Biaya umroh murah yang sudah menggunakan rupiah sehingga jamaah tidak perlu repot dengan nilai tukar kurs asing. daftar umroh ramadhan Jakarta
BERSYUKUR
Saco-Indonesia.com, Tak ada
yang lebih indah daripada kehidupan yang penuh dengan kesyukuran. Rasanya semua orang
menginginkannya. Berbagai usaha pun dilakukan, mulai dari yang kecil berupa membina hati,
kemudian hal yang gampang dan ringan dengan ucapan atau yang berat dan besar dengan tindakan
– tindakan nyata. Sayangnya, tak banyak orang yang pada akhirnya dapat merasakan predikat
indah itu. Kesyukuran timbul tenggelam di dalam samudera kehidupan ini. Silih berganti. Sebab
jumlah nikmat yang tak terhitung dan sifat lupa dan lalai manusia akan nikmat itu sendiri.
Alhasil, hidup berlimpah dengan rasa syukur menjadi barang yang sulit ditemukan. Tak jarang,
malah terlupakan.
Hal ini diperkuat dengan garis Allah di dalam Kitabnya, dimana Allah
menyebutkan bahwa kategori orang yang bisa bersyukur itu sedikit. Dan sedikit sekali dari hamba-
hamba-Ku yang bersyukur”. (QS Saba’:13) Konsekuensi dari hukum ini diantaranya adalah
susahnya mencari keteladanan dalam bersyukur. Di Quran misalnya hanya beberapa hamba yang
tertulis sebagai ahli syukur, Nabi Nuh misalnya seperti yang tertulis di dalam surat al-Israa
ayat 3, innahu kaana ‘abdan syakuuron - sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak
bersyukur.
Kemudian Nabi Daud dan keluarganya, yang disebutkan di dalam surat
Saba ayat 13, i’maluu aalaa daawuuda syukron - bekerjalah wahai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah). Berkenaan dengan masalah syukur ini Nabi Dawud pernah bertanya kepada
Allah. “Bagaimana aku mampu bersyukur kepadaMu ya Allah, sedangkan bersyukur itupun nikmat
dari Engkau? Allah pun menjawab, “Sekarang engkau telah bersyukur kepadaKu, karena engkau
mengakui nikmat itu berasal dari-Ku”.
Berkaitan dengan masalah ini
Rasulullah SAW pun menegaskan dengan sabdanya; “Shalat yang paling dicintai oleh Allah
adalah shalat nabi Daud; ia tidur setengah malam, kemudian bangun sepertiganya dan tidur
seperenam malam. Puasa yang paling dicintai oleh Allah juga adalah puasa Daud; ia puasa sehari,
kemudian ia berbuka di hari berikutnya, dan begitu seterusnya”.(Rowahu al-Bukhari, Muslim)
Juga Rasulullah SAW menjelaskan dengan sabdanya; “Tidaklah seseorang
itu makan makanan yang lebih baik kecuali dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya
Nabi Daud as senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (Rowahu al-Bukhari)
Di dalam jalur riwayat lain, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Tsabit Al-Bunani
bahwa Nabi Daud membagi waktu shalat kepada istri, anak dan seluruh keluarganya sehingga tidak
ada sedikit waktupun, baik siang maupun malam, kecuali ada salah seorang dari mereka sedang
menjalankan shalat.
Tampilnya keluarga Nabi Dawud sebagai teladan dalam
bersyukur memang tepat dan contoh yang diberikan juga gamblang. Bersyukur tidak hanya dengan
hati, perkataan dan tindakan sebagaimana yang dicontohkan Keluarga Nabi Daud. Lebih dari itu
bersyukur adalah dalam rangka mencari kecintaan - keridhoan dari Allah.
Demikian juga apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam masalah ini. Ketika turun
Surat Fath ayat 1 yang menetapkan pengampunan kepada Rasulullah SAW atas dosa yang terdahulu dan
yang akan datang, kesungguhan Rasulullah SAW dalam bersyukur semakin menjadi. Shalat malamnya
membuat kedua kaki beliau bengkak – bengkak, sehingga Aisyah pun berkata, “Kenapa
engkau berbuat seperti ini? Bukankah Allah telah menjamin untuk mengampuni segala dosa-dosamu
baik yang awal maupun yang akhir?” Rasulullah menjawab, “Afalam akuunu abdan syakuron
- Tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur”. (Rowahu Al-Bukhari).
Dari
tiga teladan di atas, kita perlu menelusuri lebih lanjut jalan menjadi ahli bersyukur. Walaupun
tertulis sedikit kita berharap dan berusaha menjadi bagian yang sedikit itu. Sebagai
inspirasi cerita berikut layak dicermati. Suatu saat Umar bin Khaththab pernah mendengar
seseorang berdo’a, “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan yang sedikit”.
Mendengar itu, Umar terkejut dan bertanya, “Kenapa engkau berdoa demikian?” Sahabat
itu menjawab, “Karena saya mendengar Allah berfirman, “Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang bersyukur”, makanya aku memohon agar aku termasuk yang sedikit
tersebut.”
Ada hal – hal yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan
benih – benih kesyukuran agar terpatri di dalam hati. Yang pertama adalah benih hati
“tidak merasa memiliki, tidak merasa dimiliki kecuali yakin segalanya milik Allah
SWT.” Allah berfirman; “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (QS al Baqoroh 155 –
156).
Sebab makin kita merasa memiliki sesuatu akan semakin takut kehilangan.
Dan takut kehilangan adalah suatu bentuk kesengsaraan. Tapi kalau kita yakin semuanya milik
Allah, maka ketika diambil oleh Allah tidak layak kita merasa kehilangan. Karena kita hanya
tertitipi. Dalam kondisi seperti ini layak direnungi kaidah tukang parkir. Setiap hari di area
parkir berjajar mobil mewah dari Mercy, BMW, Toyota, Mazda dan mobil bagus lainnya. Walau dari
pagi sampai petang mobil – mobil itu di bawah tanggung jawab si tukang parkir, tetapi
apakah dia bisa marah, sedih, ketika mobil – mobil tersebut diambil pemiliknya kala sore
hari? Tentu tidak. Bahkan dramawan WS Rendra menulis dengan apik, hakikat harta sebagai titipan
seperti dalam puisinya Makna Sebuah Titipan.
Sering kali aku berkata, ketika
orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya
titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya
Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa
Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan
untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu
adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa
nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.
Seolah
semua “derita” adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus
berjalan seperti matematika:
“aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita
menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku
Kuperlakukan Dia
seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas “perlakuan
baikku” dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”
Rahasia benih kedua menjadi ahli syukur adalah “selalu memuji Allah dalam segala
kondisi. " Kenapa? Allah berfirman; “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah,
niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS An-nahl 18). Karena kalau dibandingkan antara nikmat dengan
musibah tidak akan ada apa-apanya. Musibah yang datang tidak sebanding dengan samudera nikmat
yang tiada bertepi.
Ini seperti cerita seorang petani miskin yang kehilangan
kuda satu-satunya. Orang-orang di desanya amat prihatin terhadap kejadian itu, namun ia hanya
istirja dan mengatakan, alhamdulillah, cuma kuda yang hilang. Bukan lainnya. Seminggu kemudian
kuda tersebut kembali ke rumahnya sambil membawa serombongan kuda liar. Petani itu mendadak
menjadi orang kaya. Orang-orang di desanya berduyun-duyun mengucapkan selamat kepadanya, namun ia
hanya berkata, alhamdulillah.
Tak lama kemudian petani ini kembali mendapat
musibah. Anaknya yang berusaha menjinakkan seekor kuda liar terjatuh sehingga patah kakinya.
Orang-orang desa merasa amat prihatin, tapi sang petani hanya mengatakan, alhamdulillah cuma
patah kakinya. Ternyata seminggu kemudian tentara masuk ke desa itu untuk mencari para pemuda
untuk wajib militer. Semua pemuda diboyong keluar desa kecuali anak sang petani karena kakinya
patah. Melihat hal itu si petani hanya berkata singkat, alhamdulillah. Allah telah mengatur
segalanya.
Apa yang harus membuat kita menderita? Adalah menderita karena kita
tamak kepada yang belum ada dan tidak mensyukuri apa yang ada sekarang.
Benih
ketiga untuk menjadi ahli syukur adalah “manfaatkan nikmat yang ada untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT”. Allah berfirman; “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di
antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kalian kepada Allah,
jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian menyembah.” (QS Al-Baqoroh 172)
Alkisah ada tiga pengendara kuda masuk ke dalam hutan belantara, kemudian dia tertidur.
Saat terjaga dilihat kudanya telah hilang beserta semua perbekalannya. Betapa kagetnya
mereka, karena alamat tidak bisa meneruskan perjalanan. Pada saat yang sama dalam keadaan kaget
tersebut, ternyata seorang raja yang bijaksana melihatnya dan mengirimkan kuda yang baru lengkap
dengan perbekalan untuk perjalanan mereka. Ketika dikirimkan reaksi ketiga pengendara yang
hilang kudanya itu berbeda-beda.
Pengendara pertama si-A kaget dan
berkomentar; "Wah ini kuda yang hebat sekali, bagus ototnya, lengkap perbekalannya dan
banyak pula!” Dia sibuk dengan kuda dan perbekalannya tanpa bertanya kuda siapakah ini?
Pengendara kedua Si-B, gembira dengan kuda yang ada dan berkomentar; "Wah ini kuda yang
hebat, dan saya benar – benar membutuhkannya. Terima kasih, terima kasih.” Begitulah
si-B bersyukur dan berterima kasih kepada yang memberi. Sikap pengendara ke tiga, si-C beda lagi.
Ia berkata; "Lho ini bukan kuda saya, ini kuda milik siapa?” Yang ditanya menjawab;
" Ini kuda milik raja."
Si-C bertanya kembali; "Kenapa raja memberikan
kuda ini ?” Dijawab; "Sebab raja mengirim kuda agar engkau mudah bertemu dengan sang
raja". Dengan bersuka cita si-C menjawab; “Terima kasih atas semuanya, sehingga saya
bisa sampai ke sang raja.”
Dia gembira bukan karena bagusnya kuda, dia gembira
karena kuda dapat memudahkan dia dekat dengan sang raja.
Begitulah, si-A
adalah gambaran manusia yang kalau mendapatkan mobil, motor, rumah, dan kedudukan sibuk
dengan semua itu, tanpa sadar bahwa itu semua adalah titipan. Yang B mungkin adalah model orang
kebanyakan yang ketika senang mengucap Alhamdulillah. Tetapi ahli syukur yang asli adalah
yang ketiga yang kalau punya sesuatu dia berpikir bahwa inilah kendaraan yang dapat menjadi
pendekat kepada Allah SWT. Ketika mempunyai uang dia mengucap alhamdulillah, uang inilah pendekat
saya kepada Allah. Ia tidak berat untuk membayar zakat, dia ringan untuk bersadaqah, karena
itulah jalan mendekatkan diri kepadaNya.
Benih syukur yang keempat adalah
“berterima kasih kepada yang telah menjadi jalan perantara nikmat.” Seorang anak
disebut ahli syukur kalau dia tahu balas budi kepada ibu dan bapaknya. Benar orang tua kita tidak
seideal yang kita harapkan, tetapi masalah kita bukan bagaimana sikap orang tua kepada kita,
tetapi sikap kita kepada orang tua. Sama halnya dengan nikmat lainnya, kadang datangnya melalui
perantara, maka yang terpenting adalah bagaimana kita bisa bersikap yang baik kepadanya.
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a. dia berkata, “Rasululloh SAW bersabda;
’Barangsiapa diberi suatu kebaikan, lalu dia berkata kepada pemberinya – Jazaakallohu
khairo/Semoga Allah membalas kebaikan (yang lebih baik) kepadamu – maka dia telah sampai
(sempurna) di dalam memuji.”(Rowahu at-Tirmidzi, dia berkata hadist hasan ghorib)
Dari al-Asy’ats bin Qois r.a. dia berkata, “Rasululoh SAW bersabda tidak
bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.”
(Rowahu Ahmad)
Dari Abu Huroiroh r.a, dari Nabi SAW beliau
bersabda,”Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia.”
(Rowahu Abu Dawud dan at- Tirmidzi dia berkata hadist shohih)
Sebagai pelengkap benih
– benih di atas, tentunya adalah memperbanyak doa untuk menyirami benih – benih itu.
Berdoa untuk menjadi hamba yang penuh kesyukuran, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
kepada sahabat Muadz bin Jabal. Hadist itu diriwayatkan oleh Sunan Abu Dawud (Kitabu
Sholah) dan Sunan Nasa’i (Kitabu as-Sahwi), juga terdapat dalam Musnad Ahmad, yang
dishohihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim. Dari Muadz bin Jabal r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW
memegang tangannya Muadz dan berkata; ”Ya Muadz, Demi Allah sesungguhnya aku benar-benar
mencintaimu, Demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu.” Seterusnya Beliau
berkata, ”Aku wasiat kepadamu hai Muadz, jangan meninggalkan sungguh engkau di dalam setiap
habis sholat untuk berdoa - Allohumma a’innaa ’alaa dzikrika, wasyukrika wahusni
’ibadatik - Ya Allah tolonglah kami untuk senantiasa berdzikir kepadaMu, bersyukur kepadaMu
dan beribadah kepadaMu dengan baik”.
Setelah menjadi orang iman, tantangan
berikutnya yang menghadang adalah berpacu untuk menjadi orang yang berkelimpahan kesyukuran.
Walaupun kesempatannya kecil, kita masih punya peluang meraihnya bukan? Nah, sebagai parameter
penutup bisa dirujuk cerita tentang seorang pengembala yang ditanya oleh tuannya.
“Bagaimana cuaca hari ini?” “Hari ini cuacanya sangat menyenangkan”,
jawabnya. ‘Apakah kamu tidak melihat bahwa dari pagi mendung dan tak tampak matahari?
” “Betul tuan, tetapi kehidupan ini telah mengajarkan kepada saya bahwa banyak
keinginan yang tidak saya dapatkan, oleh karena itu saya mulai mensyukuri apa saja yang saya
dapatkan.”
Advertisement Politics Obama Finds a Bolder Voice on Race Issues
As he reflected on the festering wounds deepened by race and grievance that have been on painful display in America’s cities lately, President Obama on Monday found himself thinking about a young man he had just met named Malachi.
A few minutes before, in a closed-door round-table discussion at Lehman College in the Bronx, Mr. Obama had asked a group of black and Hispanic students from disadvantaged backgrounds what could be done to help them reach their goals. Several talked about counseling and guidance programs.
“Malachi, he just talked about — we should talk about love,” Mr. Obama told a crowd afterward, drifting away from his prepared remarks. “Because Malachi and I shared the fact that our dad wasn’t around and that sometimes we wondered why he wasn’t around and what had happened. But really, that’s what this comes down to is: Do we love these kids?”
Many presidents have governed during times of racial tension, but Mr. Obama is the first to see in the mirror a face that looks like those on the other side of history’s ledger. While his first term was consumed with the economy, war and health care, his second keeps coming back to the societal divide that was not bridged by his election. A president who eschewed focusing on race now seems to have found his voice again as he thinks about how to use his remaining time in office and beyond.
At an event announcing the creation of a nonprofit focusing on young minority men, President Obama talked about the underlying reasons for recent protests in Baltimore and other cities.
By Associated Press on Publish Date May 4, 2015. Photo by Stephen Crowley/The New York Times.
In the aftermath of racially charged unrest in places like Baltimore, Ferguson, Mo., and New York, Mr. Obama came to the Bronx on Monday for the announcement of a new nonprofit organization that is being spun off from his White House initiative called My Brother’s Keeper. Staked by more than $80 million in commitments from corporations and other donors, the new group, My Brother’s Keeper Alliance, will in effect provide the nucleus for Mr. Obama’s post-presidency, which will begin in January 2017.
“This will remain a mission for me and for Michelle not just for the rest of my presidency but for the rest of my life,” Mr. Obama said. “And the reason is simple,” he added. Referring to some of the youths he had just met, he said: “We see ourselves in these young men. I grew up without a dad. I grew up lost sometimes and adrift, not having a sense of a clear path. The only difference between me and a lot of other young men in this neighborhood and all across the country is that I grew up in an environment that was a little more forgiving.”
Advertisement
Organizers said the new alliance already had financial pledges from companies like American Express, Deloitte, Discovery Communications and News Corporation. The money will be used to help companies address obstacles facing young black and Hispanic men, provide grants to programs for disadvantaged youths, and help communities aid their populations.
Joe Echevarria, a former chief executive of Deloitte, the accounting and consulting firm, will lead the alliance, and among those on its leadership team or advisory group are executives at PepsiCo, News Corporation, Sprint, BET and Prudential Group Insurance; former Secretary of State Colin L. Powell; Senator Cory Booker, Democrat of New Jersey; former Attorney General Eric H. Holder Jr.; the music star John Legend; the retired athletes Alonzo Mourning, Jerome Bettis and Shaquille O’Neal; and the mayors of Indianapolis, Sacramento and Philadelphia.
The alliance, while nominally independent of the White House, may face some of the same questions confronting former Secretary of State Hillary Rodham Clinton as she begins another presidential campaign. Some of those donating to the alliance may have interests in government action, and skeptics may wonder whether they are trying to curry favor with the president by contributing.
“The Obama administration will have no role in deciding how donations are screened and what criteria they’ll set at the alliance for donor policies, because it’s an entirely separate entity,” Josh Earnest, the White House press secretary, told reporters on Air Force One en route to New York. But he added, “I’m confident that the members of the board are well aware of the president’s commitment to transparency.”
The alliance was in the works before the disturbances last week after the death of Freddie Gray, the black man who suffered fatal injuries while in police custody in Baltimore, but it reflected the evolution of Mr. Obama’s presidency. For him, in a way, it is coming back to issues that animated him as a young community organizer and politician. It was his own struggle with race and identity, captured in his youthful memoir, “Dreams From My Father,” that stood him apart from other presidential aspirants.
But that was a side of him that he kept largely to himself through the first years of his presidency while he focused on other priorities like turning the economy around, expanding government-subsidized health care and avoiding electoral land mines en route to re-election.
After securing a second term, Mr. Obama appeared more emboldened. Just a month after his 2013 inauguration, he talked passionately about opportunity and race with a group of teenage boys in Chicago, a moment aides point to as perhaps the first time he had spoken about these issues in such a personal, powerful way as president. A few months later, he publicly lamented the death of Trayvon Martin, a black Florida teenager, saying that “could have been me 35 years ago.”
Photo
President Obama on Monday with Darinel Montero, a student at Bronx International High School who introduced him before remarks at Lehman College in the Bronx.Credit Stephen Crowley/The New York Times
That case, along with public ruptures of anger over police shootings in Ferguson and elsewhere, have pushed the issue of race and law enforcement onto the public agenda. Aides said they imagined that with his presidency in its final stages, Mr. Obama might be thinking more about what comes next and causes he can advance as a private citizen.
That is not to say that his public discussion of these issues has been universally welcomed. Some conservatives said he had made matters worse by seeming in their view to blame police officers in some of the disputed cases.
“President Obama, when he was elected, could have been a unifying leader,” Senator Ted Cruz of Texas, a Republican candidate for president, said at a forum last week. “He has made decisions that I think have inflamed racial tensions.”
On the other side of the ideological spectrum, some liberal African-American activists have complained that Mr. Obama has not done enough to help downtrodden communities. While he is speaking out more, these critics argue, he has hardly used the power of the presidency to make the sort of radical change they say is necessary.
The line Mr. Obama has tried to straddle has been a serrated one. He condemns police brutality as he defends most officers as honorable. He condemns “criminals and thugs” who looted in Baltimore while expressing empathy with those trapped in a cycle of poverty and hopelessness.
In the Bronx on Monday, Mr. Obama bemoaned the death of Brian Moore, a plainclothes New York police officer who had died earlier in the day after being shot in the head Saturday on a Queens street. Most police officers are “good and honest and fair and care deeply about their communities,” even as they put their lives on the line, Mr. Obama said.
“Which is why in addressing the issues in Baltimore or Ferguson or New York, the point I made was that if we’re just looking at policing, we’re looking at it too narrowly,” he added. “If we ask the police to simply contain and control problems that we ourselves have been unwilling to invest and solve, that’s not fair to the communities, it’s not fair to the police.”
Moreover, if society writes off some people, he said, “that’s not the kind of country I want to live in; that’s not what America is about.”
His message to young men like Malachi Hernandez, who attends Boston Latin Academy in Massachusetts, is not to give up.
“I want you to know you matter,” he said. “You matter to us.”