MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISTA..?

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 811-1341-212
 

umroh murah

saco-indonesia.com, Pelaku spesialis pencurian kendaran bermotor (Curanmor), Ahmad Wirahadi Kusuma yang berusia 25 tahun , yang terjun ke sungai Ciliwung merupakan residivis.

“Pelaku baru keluar penjara dari Lapas Pondok Rajeg, residivis dalam kasus pencurian sepeda motor,”ujar Kapolsek Sukmajaya, Kompol Agus Widodo kepada Pos Kota di ruang kerjanya, Senin (30/12) pagi.

Kedua teman pelaku yang juga masih dalam pengejaran petugas yaitu KH alias J dan D alias E adalah sesama rekan satu sel dengan pelaku. “KH alias J sebagai pimpinan gembong pencuri, lalu D alias E bertugas sebagai joki pembawa motor hasil petikan atau curian,”katanya.

Mantan Kapolsek Beji ini juga mengungkapkan, kawanan spesialis curanmor ini setiap kali melakukan aksinya selalu mengincar motor yang sedang diparkir dalam teras rumah.

“Pelaku spesialis pemain subuh. Disaat pemilik rumah sedang lengah dengan tertidur pulas. Ada kesempatan pelaku untuk dapat melakukan aksi kejahatan,”ungkapnya.

Dalam menjalankan aksinya, lanjut Kapolsek, pelaku juga tidak butuh banyak waktu untuk berhasil mencuri motor. Hanya dalam hitungan menit. “Kurang satu menit pelaku telah berhasil membawa kabur motor curian yang diambil dari teras rumah maupun pinggir jalan dengan alat kunci letter T untuk dapat membobol motor,”demikian.

Sementara itu, untuk dapat menangkap dua pelaku yang buron KH alias J dan D alias E pihaknya telah mendapatkan informasi dari pelaku Ahmad Wirahadi Kusuma bahwa mereka kelompok Jonggol Jawa Barat.

“Anggota reserse kita sebar di lapangan untuk dapat mengejar pelaku yang buron,”tegasnya.

Sebelumnya, Ahmad Wirahadi Kusuma yang berusia 25 tahun, nekad terjun dari jembatan setinggi 50 meter dalam perumahan ke sungai Ciliwung. Aksinya tersebut telah dilakukan upaya berusaha mencoba kabur dari kejaran penghuni dan satpam perumahan yang telah memergoki pelaku berusaha mencuri motor di teras rumah milik Trijoto di Perumahan Pesona Khayangan Blok BJ, Sukmajaya Depok.


Editor : Dian Sukmawati

PENCURI NYEMPLUNG KE SUNGAI CILIWUNG

WASHINGTON — During a training course on defending against knife attacks, a young Salt Lake City police officer asked a question: “How close can somebody get to me before I’m justified in using deadly force?”

Dennis Tueller, the instructor in that class more than three decades ago, decided to find out. In the fall of 1982, he performed a rudimentary series of tests and concluded that an armed attacker who bolted toward an officer could clear 21 feet in the time it took most officers to draw, aim and fire their weapon.

The next spring, Mr. Tueller published his findings in SWAT magazine and transformed police training in the United States. The “21-foot rule” became dogma. It has been taught in police academies around the country, accepted by courts and cited by officers to justify countless shootings, including recent episodes involving a homeless woodcarver in Seattle and a schizophrenic woman in San Francisco.

Now, amid the largest national debate over policing since the 1991 beating of Rodney King in Los Angeles, a small but vocal set of law enforcement officials are calling for a rethinking of the 21-foot rule and other axioms that have emphasized how to use force, not how to avoid it. Several big-city police departments are already re-examining when officers should chase people or draw their guns and when they should back away, wait or try to defuse the situation

Police Rethink Long Tradition on Using Force

Artikel lainnya »