adalah proses optimasi sebuah situs web agar dapat menempati peringkat tertinggi pada hasil pencarian search engine.
Semakin tinggi peringkat sebuah situs web pada hasil pencarian search engine, semakin tinggi jumlah pengunjung yang datang dan itu berarti semakin besar peluang untuk terjadinya penjualan pada situs web tersebut. 85% pengguna search engine mengklik dari hasil hasil pencarian organic. Untuk itu situs web Anda harus berada pada posisi 20 teratas, dan sebaiknya di posisi 10 teratas pada hasil pencarian search engine. Perlu diketahui bahwa sekitar 90% dari pengguna tidak melanjutkan lebih dari halaman ke-2 pada hasil pencarian search engine.
1. OPTIMIZATION AUDIT
Untuk memulai, kami melakukan audit pada situs web Anda untuk mengidentifikasi hal-hal yang membutuhkan perbaikan dalam optimasi situs web anda. Hal ini untuk memfokuskan pada strategi yang sesuai, dan memastikan situs web Anda teroptimasi secara maksimal dari strategi jasa SEO kami.
2. COMPETITIVE ANALYSIS
Sejalan dengan audit optimasi, jasa SEO kami juga melakukan analisa kompetisi untuk mengevaluasi peringkat situs web Anda yang berkaitan secara langsung dengan pesaing Anda, dan perencanaan perbaikan untuk mendapatkan peringkat lebih baik dari pesaing Anda.
3. KEYWORD ANALYSIS
Selanjutnya, kami menggunakan sejumlah alat analisa untuk mengidentifikasi target kata kunci yang akan digunakan untuk mendatangkan kunjungan oleh pengunjung yang ditargetkan ke situs web Anda. Kami mencari target kata kunci dengan jumlah pencarian yang tinggi dengan tingkat persaingan yang rendah.
Kami memeriksa struktur dan kode situs web anda, dan merevisi jika diperlukan untuk memperbaiki adanya kesalahan yang menghambat mesin pencari mengindeks situs web anda. Kami akan mengoptimalkan struktur situs web anda, struktur link, dan struktur sitemap untuk meningkatkan 'deep linking' yang akan menghasilkan pengindeksan konten yang lebih teratur oleh spider mesin pencari.
5. USABILITY IMPROVEMENTS
Sebuah situs web yang dioptimalkan untuk mesin pencari hanya berharga apabila Anda dapat mengkonversi kunjungan menjadi pelanggan atau pengunjung melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan dari situs web anda. Ini sebabnya kami mengevaluasi keseluruhan fungsi dan kegunaan situs web, dan memperbaikinya agar memudahkan pengguna dalam bernavigasi pada situs web Anda.
6. CONTENT STRATEGY
Dengan menggunakan data dari analisa kata kunci (keyword), kami mengoptimalkan konten secara on-page pada halaman situs sehingga target kata kunci terletak di daerah konten yang paling efektif. Kami bekerja sama dengan Anda untuk mengembangkan strategi pembuatan konten karena faktor utama optimasi adalah konten yang friendly bagi mesin pencari sekaligus mampu menarik perhatian pengunjung situs.
7. BLOG CREATION
Mesin pencari akan melakukan pengindeksan secara lebih teratur apabila sebuah situs web secara aktif melakukan pembaruan dalam konten.
Mesin pencari dapat meningkatkan posisi situs web pada peringkat yang lebih tinggi secara berkala. Ini sebabnya kami merekomendasikan bahwa semua klien kami memiliki sebuah blog pada situs mereka.
Kami dapat membantu anda membuat, mengelola, dan secara berkala mengupdate blog perusahaan secara profesional dengan konten yang menarik.
8. LINK BUILDING
Link Building adalah bagian terpenting dari optimasi mesin pencari.
Mesin pencari seperti Google menganggap incoming link yang mengarah ke situs web Anda sebagai bentuk 'referensi' oleh situs lain. Semakin banyak situs web Anda mendapatkan 'referensi' dari situs lain, search engine menganggap situs Anda penting dan mempunyai otoritas. Jasa SEO kami memfokuskan pada incoming link dari situs-situs yang berkualitas, relevan, dan mempunyai otoritas pada industri yang berkaitan.
9. REAL-TIME MONITORING
Jasa SEO kami menggunakan Google Analytics untuk mengevaluasi efektivitas proses optimasi, dan untuk menganalisa hasil konversi dari sasaran yang ditetapkan.
10. CONVERSION OPTIMIZATION
Kami menganalisa dan memperbaiki bagaimana situs web Anda dapat mengkonversi kunjungan oleh pengunjung menjadi pelanggan Anda.
Kami akan berkonsultasi dengan Anda untuk mengetahui tujuan dari situs web perusahaan secara keseluruhan dan produk utama yang ditawarkan. Selanjutnya jasa SEO kami akan melakukan audit optimasi situs web Anda untuk mengidentifikasi teknik-teknik khusus yang dapat diterapkan untuk meningkatkan peringkat situs web Anda.
2
IMPLEMENTATION
Jasa SEO kami memperbaiki faktor on-site situs web Anda seperti struktur situs web, title, kode HTML, dan kepadatan kata kunci (keyword density). Kami juga mengoptimasi faktor off-site situs web dengan mencantumkan situs web Anda pada beberapa direktori bisnis terkemuka, dan membangun incoming link yang berkualitas dari situs-situs yang mempunyai otoritas dengan peringkat tinggi dan berkaitan dengan bisnis Anda.
3
MONITORING AND REPORTING
Setelah implementasi, jasa SEO kami terus memonitor peringkat situs web Anda untuk beberapa target kata kunci yang mendatangkan banyak kunjungan. Kami akan mengirimkan kepada Anda detail laporan bulanan tentang kinerja dan performa dari kampanye optimasi mesin pencari yang kita lakukan.
4
CONTINUOUS ADJUSMENTS AND IMPROVEMENTS
Kami mengevaluasi efektivitas optimasi yang sedang berlangsung dalam upaya peningkatan jumlah kunjungan dan penjualan pada situs web Anda. Pada tahap ini, Anda dapat melihat potensi optimasi mesin pencari. Kita akan bekerja sama kembali untuk memperbaiki lebih lanjut tentang target kata kunci, dan strategi konten yang akan menjadikan situs web Anda meduduki peringkat yang lebih baik lagi.
How Some Men Fake an 80-Hour Workweek, and Why It Matters
Imagine an elite professional services firm with a high-performing, workaholic culture. Everyone is expected to turn on a dime to serve a client, travel at a moment’s notice, and be available pretty much every evening and weekend. It can make for a grueling work life, but at the highest levels of accounting, law, investment banking and consulting firms, it is just the way things are.
Except for one dirty little secret: Some of the people ostensibly turning in those 80- or 90-hour workweeks, particularly men, may just be faking it.
Many of them were, at least, at one elite consulting firm studied by Erin Reid, a professor at Boston University’s Questrom School of Business. It’s impossible to know if what she learned at that unidentified consulting firm applies across the world of work more broadly. But her research, published in the academic journal Organization Science, offers a way to understand how the professional world differs between men and women, and some of the ways a hard-charging culture that emphasizes long hours above all can make some companies worse off.
Ms. Reid interviewed more than 100 people in the American offices of a global consulting firm and had access to performance reviews and internal human resources documents. At the firm there was a strong culture around long hours and responding to clients promptly.
“When the client needs me to be somewhere, I just have to be there,” said one of the consultants Ms. Reid interviewed. “And if you can’t be there, it’s probably because you’ve got another client meeting at the same time. You know it’s tough to say I can’t be there because my son had a Cub Scout meeting.”
Some people fully embraced this culture and put in the long hours, and they tended to be top performers. Others openly pushed back against it, insisting upon lighter and more flexible work hours, or less travel; they were punished in their performance reviews.
The third group is most interesting. Some 31 percent of the men and 11 percent of the women whose records Ms. Reid examined managed to achieve the benefits of a more moderate work schedule without explicitly asking for it.
They made an effort to line up clients who were local, reducing the need for travel. When they skipped work to spend time with their children or spouse, they didn’t call attention to it. One team on which several members had small children agreed among themselves to cover for one another so that everyone could have more flexible hours.
A male junior manager described working to have repeat consulting engagements with a company near enough to his home that he could take care of it with day trips. “I try to head out by 5, get home at 5:30, have dinner, play with my daughter,” he said, adding that he generally kept weekend work down to two hours of catching up on email.
Despite the limited hours, he said: “I know what clients are expecting. So I deliver above that.” He received a high performance review and a promotion.
What is fascinating about the firm Ms. Reid studied is that these people, who in her terminology were “passing” as workaholics, received performance reviews that were as strong as their hyper-ambitious colleagues. For people who were good at faking it, there was no real damage done by their lighter workloads.
It calls to mind the episode of “Seinfeld” in which George Costanza leaves his car in the parking lot at Yankee Stadium, where he works, and gets a promotion because his boss sees the car and thinks he is getting to work earlier and staying later than anyone else. (The strategy goes awry for him, and is not recommended for any aspiring partners in a consulting firm.)
A second finding is that women, particularly those with young children, were much more likely to request greater flexibility through more formal means, such as returning from maternity leave with an explicitly reduced schedule. Men who requested a paternity leave seemed to be punished come review time, and so may have felt more need to take time to spend with their families through those unofficial methods.
The result of this is easy to see: Those specifically requesting a lighter workload, who were disproportionately women, suffered in their performance reviews; those who took a lighter workload more discreetly didn’t suffer. The maxim of “ask forgiveness, not permission” seemed to apply.
It would be dangerous to extrapolate too much from a study at one firm, but Ms. Reid said in an interview that since publishing a summary of her research in Harvard Business Review she has heard from people in a variety of industries describing the same dynamic.
High-octane professional service firms are that way for a reason, and no one would doubt that insane hours and lots of travel can be necessary if you’re a lawyer on the verge of a big trial, an accountant right before tax day or an investment banker advising on a huge merger.
But the fact that the consultants who quietly lightened their workload did just as well in their performance reviews as those who were truly working 80 or more hours a week suggests that in normal times, heavy workloads may be more about signaling devotion to a firm than really being more productive. The person working 80 hours isn’t necessarily serving clients any better than the person working 50.
In other words, maybe the real problem isn’t men faking greater devotion to their jobs. Maybe it’s that too many companies reward the wrong things, favoring the illusion of extraordinary effort over actual productivity.