Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab pra-lslam atau lebih dikenal dengan Arab Jahiliyah melakukan banyak penyelewengan terhadap ajaran-ajaran Nabi Ibrahim AS Dengan maksud menghindari bulan Muharram. Di bulan itu, mereka dilarang berperang.
Masyarakat Arab Jahiliyah melakukan modifikasi terhadap sistem penanggalan mereka. Mereka menggunakan penghitungan bulan dengan sistem penggeseran, sehingga bulan Dzulhijjah bergeser ke bulan Muharram, Muharram bergeser ke Safar, dan seterusnya. Dengan begitu, pelaksanaan ibadah haji berubah-ubah setiap tahun. Jika tahun ini haji dilaksanakan pada bulan Muharram atau mereka menyebutnya Safar Awal, misalnya, maka tahun berikutnya haji dilakukan pada bulan Safar atau mereka sebut Safar Tsani, demikian seterusnya.
Pada zaman Jahiliyah, jamaah haji terbagi menjadi dua kelas sosial, yaitu masyarakat non-pedagang dan masyarakat pedagang. Jamaah haji dari kalangan pedagang harus pergi meninggalkan kampung halaman mereka satu bulan atau lebih sebelum musim haji dimulai.
Hal itu ditujukan agar mereka dapat berdagang di Pasar Ukaz selama dua puluh hari. Dari sana, mereka pindah ke Pasar Majnah dan berjualan selama sepuluh hari. Setelah tampak hilal (bulan yang muncul pada setiap tanggai satu) bulan Dzulhijjah, Pasar Majnah ditutup dan mereka bergerak ke kawasan Dzul Majaz untuk berniaga. Di tempat tersebut mereka menetap selama 8 hari. Baru pada Hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) mereka pergi ke Arafah untuk melakukan wukuf.
Lain halnya dengan jamaah haji pedagang, mereka bertolak dari tempat tinggal mereka pada Hari Tarwiyah dan langsung melaksanakan wukuf. Sebagian dari mereka mengerjakan wukuf di Padang Arafah dan sebagian yang lain melakukannya di Namirah, yaitu sebuah daerah yang terletak di tapal batas Tanah Haram.
Sebelum malam, mereka beranjak menuju Muzdalifah. Baru keesokan harinya para jamaah haji non-pedagang itu bergerak menuju Mina. Dari Mina, mereka akan menuju ke Makkah untuk melaksanakan thawaf.
Sejumlah suku Arab pada masa Jahiliyah menetapkan suatu aturan bagi jamaah haji yang pertama kali melakukan ritual tersebut, yaitu menanggalkan seluruh pakaian yang mereka kenakan. Alasannya, pakaian tersebut tidak suci sehingga tidak pantas dikenakan dalam ritual haji. Itu sebabnya, para jamaah haji tersebut melakukan thawaf dengan telanjang bulat.
Namun demikian, aturan tersebut hanya berlaku bagi masyarakat kelas bawah. Orang-orang yang berasal dari kelas sosial menengah ke atas diperbolehkan mengenakan pakaian selama melakukan thawaf meski mereka juga baru pertama menunaikan haji. Akan tetapi, selesai melakukan thawaf pakaian tersebut harus dibuang dan tidak boleh digunakan lagi.
Dalam rangkaian kegiatan haji yang dilakukan oleh masyarakat Arab Jahiliyah, terdapat unsur-unsur tertentu yang menyerupai tuntunan haji yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat Arab Jahiliyah sebenarnya masih mempertahankan sebagian ajaran Nabi Ibrahim AS.
Sumber : http://www.jurnalhaji.com
Baca Artikel Lainnya : MENUNDA BERANGKAT HAJI, HUKUMNYA?
ARAB JAHILIYAH BERHAJI?